Bank-bank Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) dianggap sulit menjadi pemain global. Ketua Himpunan Bank Milik
Negara (Himbara), Gatot M Suwondo, menilai saat ini Bank BUMN dianggap
belum global. Bank BUMN harus bersiap diri menghadapi Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MAE) yang dimulai pada 2015.
Gatot mengatakan, bank BUMN menghadapi banyak kendala untuk menjadi pemain global. "Di dalam negeri saja perbankan BUMN tak diberikan ruang main yang sama dengan swasta," ujar Gatot dalam Talkshow 'Kebangkitan BUMN Nasional', Selasa (14/5).
Bank BUMN harus mengikuti 9 Undang-undang (UU). Di sisi lain, bank swasta hanya mengikuti 3 UU, yakni UU PT, Pasar Modal dan Perbankan. "Jika dilihat dari neraca, Bank BUMN asetnya milik negara, sedangkan liability milik korporasi. Swasta dua-duanya korporasi," ungkapnya.
Gatot mengatakan, Himbara tidak masalah jika harus mengikuti banyak UU, tetapi UU tersebut harus sinkron. Sebagai contoh, Mahkamah Konsutituti (MK) sempat mengusulkan perubahan agar aset BUMN menjadi aset korporat. Namun, DPR mengatakan aset Bank BUMN adalah aset negara. "Ini perlu diperbaiki sebelum kita bermain di global," ucapnya.
Ia optimistis pertumbuhan Bank BUMN akan jauh lebih cepat bila diberikan ruang main yang sama dengan perbankan swasta. Saat ini, total aset bank BUMN menguasai 40 persen dari total aset seluruh perbankan di Indonesia. "Cukup besar tapi tidak bisa lebih lincah," ujar dia.
Untuk menjadi pemain global, Gatot mengatakan tidak mudah. Indonesia terlampau liberal sementara negara tetangga tertutup. Ia mencontohkan, Bank Mandiri kesulitan membuka cabang di Malaysia. "Susahnya setengah mati. Resiprokal itu susah," tegasnya.
Saat ini, bank-bank asing berebut masuk ke Indonesia. Hal itu disinyalirkan karena margin Indonesia masih besar. Ia mengatakan, bank BUMN harus memiliki margin minimal 5 persen jika ingin tetap bertahan.
Gatot mengatakan, bank BUMN menghadapi banyak kendala untuk menjadi pemain global. "Di dalam negeri saja perbankan BUMN tak diberikan ruang main yang sama dengan swasta," ujar Gatot dalam Talkshow 'Kebangkitan BUMN Nasional', Selasa (14/5).
Bank BUMN harus mengikuti 9 Undang-undang (UU). Di sisi lain, bank swasta hanya mengikuti 3 UU, yakni UU PT, Pasar Modal dan Perbankan. "Jika dilihat dari neraca, Bank BUMN asetnya milik negara, sedangkan liability milik korporasi. Swasta dua-duanya korporasi," ungkapnya.
Gatot mengatakan, Himbara tidak masalah jika harus mengikuti banyak UU, tetapi UU tersebut harus sinkron. Sebagai contoh, Mahkamah Konsutituti (MK) sempat mengusulkan perubahan agar aset BUMN menjadi aset korporat. Namun, DPR mengatakan aset Bank BUMN adalah aset negara. "Ini perlu diperbaiki sebelum kita bermain di global," ucapnya.
Ia optimistis pertumbuhan Bank BUMN akan jauh lebih cepat bila diberikan ruang main yang sama dengan perbankan swasta. Saat ini, total aset bank BUMN menguasai 40 persen dari total aset seluruh perbankan di Indonesia. "Cukup besar tapi tidak bisa lebih lincah," ujar dia.
Untuk menjadi pemain global, Gatot mengatakan tidak mudah. Indonesia terlampau liberal sementara negara tetangga tertutup. Ia mencontohkan, Bank Mandiri kesulitan membuka cabang di Malaysia. "Susahnya setengah mati. Resiprokal itu susah," tegasnya.
Saat ini, bank-bank asing berebut masuk ke Indonesia. Hal itu disinyalirkan karena margin Indonesia masih besar. Ia mengatakan, bank BUMN harus memiliki margin minimal 5 persen jika ingin tetap bertahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar