Kementerian Perindustrian
(Kemenperin) menarget industri oleokimia Indonesia jadi produsen nomor
satu di dunia pada 2020. Dirjen Industri Agro Kemenperin Abdul Rochim
mengatakan, pertumbuhan industri non minyak dan gas (migas) pada
triwulan I tahun 2013 mencapai 6,69 persen.
Angka itu lebih
tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan industri triwulan I 2012 sebesar
6,40 persen dan lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi
tahun 2012 sebesar 6,02 persen. Dia menambahkan, nilau tambah bruto
industri non migas pada triwulan I 2013 sebesar Rp 442,31 triliun,
sekitar 23,59 persen terhadap produk domestik bruto yang mencapai Rp
2.143,38 triliun.
“Salah satu kontributor pertumbuhan pertumbuhan
kelompok industri ini adalah industri oleokimia, dengan kapasitas
produksi sekitar 3,8 juta ton per tahun,” ujar Abdul di seminar prospek
industri oleokimia di Indonesia, Selasa (14/5).
Dia menjelaskan,
kinerja industri oleokimia nasional dari tahun ke tahun juga menunjukkan
tren yang menggembirakan, sebagai keuntungan atas tarikan pasar dan
dukungan kebijakan pemerintah. Dia menuturkan, industri oleokimia
berperan dalam mengolah minyak sawit menjadi produk kimia bernilai
tambah tinggi antara lain Fatty Acid, Fatty Alcohol, Glycerine, Methyl
Ester, dan atau turunannya.
Menurutnya, sebagai produsen terbesar
minyak sawit mentah (CPO) di dunia, Indonesia berpeluang menjadi basis
industri oleokimia dunia mengungguli Malaysia, Cina, India, bahkan Uni
Eropa.
“Saat ini Indonesia jadi penghasil oleokimia nomor empat terbesar di dunia,” ucapnya.
Dia
menarget, kapasitas produksi industri oleokimia tahun ini sebesar 4
juta ton. Untuk itu ke depannya, lanjutnya, Indonesia harus mengubah
pola pikir yang semula mengandalkan produksi CPO menjadi aneka turunan
minyak sawit bernilai tambah tinggi, salah satunya melalui
industrialisasi oleokimia.
Kemudian, tambahnya, pada 2010
pemerintah Indonesia telah mencanangkan program nasional hilirisasi
industri kelapa sawit dimana integrasi sektor hulu perkebunan dengan
sektor hilir industri dalam sebuah klaster industri menjadi esensi
penciptaan daya saing industri. Sebagai panduan pelaksanaan program,
sambungnya, pihaknya menyusun peta jalan (roadmap) hilirisasi industri
kelapa sawit yang ditetapkan melalui peraturan menteri perindustrian
nomor 13 tahun 2010.
“Sesuai dengan peta jalan itu, pada tahun
2020, kami menargetkan Indonesia menjadi produsen terbesar di dunia
untuk industri oleokimia,” ucapnya.
Selain itu, tambahnya,
sasaran target ekspor industri oleokimia juga diubah. “Jika dulu
proporsinya 60 persen untuk sektor hulu dan 40 persen sektor hilir, maka
sekarang diubah menjadi 60 persen sektor hilir dan 40 persen sektor
hulu,” ujarnya.
Dia menjelaskan, saat ini ada 12 industri yang
sudah mendapatkan izin tapi masih belum membangun. Kebanyakan industri
tersebut, tambahnya, ada di Sumatra Utara, Riau, dan Kalimantan. Dia
berharap, para pemangku kepentingan industri, khususnya industri di
bawah koordinasi Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (Apolin) turut
mensukseskan pelaksanaan program nasional tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar