Adhi menuturkan, dunia usaha makanan dan minuman justru terganggu saat pemerintah tidak kunjung menaikkan harga BBM. Akibatnya, usaha makanan dan minuman mengalami ketidakpastian karena saat BBM belum naik, namun (harga) bahan baku sudah naik.
“Padahal harga jual produk tetap,” tuturnya saat dihubungi Republika, Selasa (14/5) malam. Jika pemerintah menaikkan harga BBM, tuturnya, akan lebih menguntungkan karena pengusaha dapat melakukan perencanaan yang lebih baik.
Meski demikian, Adhi mengakui kenaikan harga BBM nantinya berdampak pada distribusi dan bahan baku. Dia menjelaskan, biaya distribusi menyumbang sekira 5 sampai 10 persen dari harga sebuah produk makanan dan minuman. “Dari biaya distribusi ini, BBM memiliki peran sebanyak 30 persen,” ucapnya.
Akibatnya pengurangan margin keuntungan harus diderita oleh industri makanan dan minuman. Meski demikian, tambahnya, pihaknya sementara ini belum memiliki rencana menaikkan harga produk karena kenaikan harga BBM dinilai tidak banyak dan tidak berdampak signifikan.
“Namun kami tidak mengurangi ukuran makanan atau minuman dalam produk itu karena untuk menjaga mutu, sudah terdaftar di Pengawas Obat dan Makanan (POM), dan terkait pencitraan produk kepada konsumen,” tuturnya.
Dia berharap, jika harga BBM dinaikkan, maka pemerintah memperlancar logistik, dan distribusi “Termasuk pelabuhan, antrian, pengurangan kemacetan, sampai infrastruktur yang lebih mulus. Itu sebagai kompensasi akibat kenaikan harga BBM,” katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar