Perusahaan yang berbasis di Sydney ini memperkirakan laba perseroan akan turun sembilan persen bila dibandingkan tahun sebelumnya. Tahun lalu CCA membukukan laba sebelum pajak sebesar 402,1 juta dolar Australia.
Managing Director AAC Terry Davis mengatakan perseroan telah memotong harga penjualan minuman ringannya antara 1-2 persen untuk menghadapi persaingan dengan Pepsi Next. Mereka memperoleh tujuh persen pangsa pasar minuman berkarbonasi Australia dengan susah payah. "Kami meyakini Pepsi kehilangan banyak uang dengan harga yang mereka tawarkan saat ini," ujar Davis seperti dilansir laman Wall Street Journal, belum lama ini.
CCA memproduksi dan mendistribusikan brand coca-cola di Australia, Selandia Baru, Fiji, Papua Nugini, dan Indonesia. Meskipun laba bersih diperkirakan tergerus, ia optimistis dengan bisnis CCA ke depan, terutama dengan unitnya di Indonesia yang tumbuh dua angka.
Direktur Keuangan CCA Stuart Comino mengungkapkan tahun lalu Indonesia tumbuh sekitar 10 persen. Tahun ini penjualan CCA di Indonesia bisa bertumbuh sama dengan tahun sebelumnya. Sayang ia enggan menyebutkan nilai penjualan perseroan di Indonesia.
CCA terus melakukan investasi di Indonesia dengan membangun pusat distribusi regional. Perseroan investasikan dana senilai 15 juta dolar AS untuk pusat distribusi regional di Cibitung, Bekasi, Jawa Barat. Dalam lima tahun ke depan perseroan masih akan berinvestasi hingga 500 juta dolar AS untuk pengembangan produksi perusahaan. "Kami percaya Indonesia akan tetap tumbuh bagus dengan pasar di minuman berkarbonasi," kata Comino di Jakarta, Selasa (14/5).
Meskipun harus sikut-sikutan dengan perusahaan lain, CCA optimistis bisa tumbuh tetap baik di Indonesia. Tahun ini perusahaan tersebut akan meluncurkan dua produk baru. Namun Comino belum mau memaparkan lebih detail terkait produk tersebut. Produk ini diharapkan bisa menjaga pangsa pasar perseroan di Indonesia dan wilayah distribusi lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar